Minggu, 26 Juni 2016

Pertemuan Gubernur Jambi dengan MCA-Indonesia


Tahukah Anda, Provinsi ‪#‎Jambi‬ merupakan salah satu lokasi investasi terbesar Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia? Untuk mengkoordinasikan kegiatan di Jambi, Jumat lalu MCA-Indonesia bertemu Gubernur Zumi Zola dan jajaran pimpinannya. Dengan begitu, semoga kegiatan penerima hibah MCA-Indonesia di Jambi berjalan makin lancar, sehingga masyarakat lekas mendapat manfaat.
Do you know that Jambi Province is one of the largest investment locations for MCA-Indonesia Green Prosperity Project? To coordinate activities in the province, last Friday MCA-Indonesia met with Governor Zumi Zola and his team. Therefore, we hope MCA-Indonesia grantees' activities in Jambi will run well and the beneficiaries can receive the benefits sooner.

Agenda acara:
1.       Memperkenalkan MCA-I (termasuk hubungannya dengan BAPPENAS);
2.      Komponen Proyek MCA-I yang ada di Jambi (GP dan PM) (menjelaskan profil singkat proyek tsb);
3.      Alur proses seleksi hibah proyek GP hingga kontrak (menjelaskan prosses umum ttg pemilihan yang selektif dan akuntabel);
4.      Rekap/Summary  tentang Proyek GP yang ada di Jambi (menjelaskan jenis proyek dan total nilai proyek);
5.      Lebih detil tentang proyek GP di Jambi (menggunakan peta, terlihat sebaran lokasi dan nilai proyeknya).;
6.      Time line pelaksanaan proyek;
7.       Koordinasi dan dukungan yang diharapkan dari Pemprov Jambi (setidaknya: ttg rencana rakornis dan tim koordinasi provinsi;
8.      Penutup.

Hibah Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (PSDABM) Mendorong Inovasi Pengelolaan Sumber Daya Alam di Akar Rumput

Jakarta, 24 Juni 2016 – Peran masyarakat akar rumput sangat penting dalam inovasi pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Untuk mendukung peran tersebut, Millennium Challenge Account – Indonesia (MCA-Indonesia) hari ini menandatangani nota kesepahaman Hibah Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (PSDABM) dengan 17 organisasi masyarakat sipil. Dalam waktu dekat sekitar 30 organisasi lain akan menerima hibah yang sama. Total nilai hibah PSDABM yang dianggarkan melalui Proyek Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia tersebut ialah Rp 622 miliar.
“Hibah ini diperuntukkan bagi proyek berskala kecil yang mempromosikan manfaat sumber daya alam dan inisiatif energi baru dan terbarukan. Kami ingin mendukung upaya organisasi berbasis masyarakat menurunkan emisi gas rumah kaca dan mewujudkan ekonomi hijau,” ujar Direktur Eksekutif MCA-Indonesia, Bonaria Siahaan.
Bonaria mengatakan, ada dua tujuan besar hibah ini. Pertama, meningkatkan produktivitas dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan memperluas penggunaan energi terbarukan. Kedua, meningkatkan produktivitas dan menurunkan emisi gas rumah kaca berbasis lahan dengan meningkatkan praktik penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam.
Proyek yang diusulkan para penerima hibah sangat beragam. Mulai dari peningkatan produktivitas pertanian berkelanjutan, restorasi ekosistem hutan tropis, pengembangan beragam bentuk perhutanan sosial, pengembangan energi terbarukan, pengelolaan lahan gambut, pengembangan komoditas berkelanjutan, hingga penguatan kepemimpinan perempuan untuk mencapai kemandirian ekonomi, ketahanan pangan, dan keberlanjutan lingkungan. Adapun lokasinya terbentang di 24 kabupaten di sepuluh provinsi, yaitu Sumatra Barat, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Adapun penerima hibah yang menandatangani nota kesepahaman hari ini ialah Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama, Kemitraan, Perkumpulan Menapak Indonesia, Yayasan Peduli Konservasi Alam, Yayasan Dian Tama, Institute for Promoting Sustainable Livelihood Approach, Yayasan Mitra Aksi, dan SSS Pundi. Ada pula Rimbawan Muda Indonesia, PT Gaia Eko Daya Buana, Konsorsium Sumba Hijau, Konsorsium YPK Donders, SCF, Perkumpulan Bantaya, HAPSARI, dan KPSHK.
Zumrotin Soesilo, perwakilan LSM yang duduk dalam Majelis Wali Amanat MCA-Indonesia berharap kegiatan ini dapat memberikan sumbangan pembelajaran bagi berbagai pihak dalam upaya pengelolaan sumber daya alam berbasis komunitas. “Keberhasilan dan tantangan yang ditemukan teman-teman di lapangan, akan menjadi contoh praktek cerdas yang berharga. Jika berhasil, maka pendekatan semacam ini akan dapat diterapkan ulang untuk pendekatan serupa di wilayah lain di tanah air, bahkan di negara lainnya,” ujar Zumrotin.
Proyek Kemakmuran Hijau merupakan bagian dari hibah Compact dari Pemerintah Amerika Serikat untuk Indonesia. Hibah Compact ditujukan untuk mengurangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi.
Unduh siaran pers ini di sini: Siaran Pers (PDF, 150 KB)








Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
MCA-Indonesia:
Mia Fitri, Communications and Outreach Director, mia.fitri@mca-indonesia.go.id
Muhammad Karim, Promotion and Publication Specialist, muhammad.karim@mca-indonesia.go.id, 021-39831971
                           
                     <<<<<<<<<<SUMBER ASLIMYA>>>>>>>>>>

Senin, 20 Juni 2016

Implementasi Pencegahan Kebakaran Hutan di Provinsi Jambi




Notulensi Rapat Koordinasi Teknik dalam rangka Implementasi Pembangunan Sekat Kanal TAHURA Sekitar Tanjung, Provinsi Jambi, Selasa, 21 Juni 2016

1.       Melalui Kehijau Berbak kita muai, mengurangi kemiskinanmelalui pertumbuhanekonomi rendah karbon. Kegiatan yang akan dilakukan adalah pembuatan blok kanal, Perkebunan Kelapa sawit independent ke sistim usaha tani yang suistibanle, mengembalikan spesies bernilai ekonomi. Proyek ini mempunyai 4 komponen utama, yaitu: 1). Restorasi lahan gambut dan management, zonasi penggunaan lahan, rehabiliasi hidrologi dan pengelolaan air, 2). Peningkatan mata pencaharian masyarakat, memperkuat praktik pertanian petani kecil dan system pertanian (berdasarkan penggunaan lahan pertanian berkelanjutan dan spesies alternative), 3). Komitmen dan tindakann sector swasta, 4). Kelembagaan dan mempromosikan Kemakmuran Hijau tingkat Kabupaten dan Provinsi.

2.       Badan restorasi gambut, optimis pogram ini berhasil karena pelaksana adalah konsultan yang sudah berpengalaman. Emisi yang dikeluarkan kebakaran hutan merupakan permasalahan utama yang mendasari program restorasi gambut. Solusi pemerintah: Pemulihan, mencegah kebakaran,penataan hirologis, Perpu no. 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut yang langsung di bawah presiden. BRG juga mendapat pengarahan dari kementrian terkait.      
 Tanjabtim, pemetaan gambut yang ada di jambi khusus Tanjabtim, dengan pemetaan akan berpengaruh dengan investasi yang akan masuk ke daerah kami. Pemetaan gambut segera bisa disampaikan ke daerah.
2.       Peran Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat di sekitar gambut.
3.       UNJA, Sawit hanya menciptakan petani pemalas, siapa bilang menguntungkan? Sawit tidak menguntungkan secara ekonomis dan ekologis.
4.       Penanganan kondisi Perkebunan pakai spillway, Pertanian perlu kombinasi yaitu blok kanal dan pemadatan gambut.
5.       UNJA, Tahura ada perubahan aliran yaitu kea rah berbak, bagaimana aliran ini dikembalikan ke air hitam lain. Berubahnya aliran akan mengancam daerah air hitam terbakar terus menerus. Di tengah tahura ada gambut yangmencapai kedalaman 14 m. Total waiting, solusinya tidak perlu spillway, Bagaimana mengajak masyarakat 4 desa (Sponjen, Simpang, Gedung Karya dan Sungai Aur) tersebut terlibat dalam proses pembangunan.
6.       Kita akan melibatkan masyarakat, 2 bulan pertama sosilisasi dan diskusi.
7.       Perlunya dimensi kanal (lebar, kedalaman,dst) dan topografi tanah yang sesuai dengan kebutuhan di plapangan, Perkebunan memerlukan spiway. Perlunya ditambah metode evaluasi. Agr bisa dijadikan percontohan.
8.       Terkait dimensi sudah kita dapatkan sumber dari ortofoto dari hasil survey pemotretan laser disamping data elevasi, untuk kedalaman baru dilakukan grounching.
9.       Tentunya lanskape secara keseluruhan / utuh agar tidak menimbulkan kebakaran di lingkungan sekitarnya. Reweting perlu dilengkapi dengan bloking agar tidak mengancam wilayah lainnya.

1.        
2.       Terkait dimensi sudah kita dapatkan sumber dari ortofoto dari hasil survey pemotretan laser disamping data elevasi, untuk kedalaman baru dilakukan grounching.
3.       Tentunya lanskape secara keseluruhan / utuh agar tidak menimbulkan kebakaran di lingkungan sekitarnya. Reweting perlu dilengkapi dengan bloking agar tidak mengancam wilayah lainnya.
4.       Konsep rewetting harus seoptimal mungkin. Konsep renovasi atau menyeluruh, satu lanskape ini dan perlunya dengan banyak perusahaan sawit.
5.       UNJA, Pemblokingan harap berhati hati karena bisa menimbulkan masalah. Kalau berhasil bisa menjadi percontohan penanganan “Gambut Tropica”, Bagaimana menyamakan target setiap SKPD, jangan beda beda, Perlunya pengawasan dalam pembuatan bloking tersebut.
6.       Dinas Kehutanan, Program harus dilaksanakan secara menyeluruh baik kawasan hutan maupun  di luar hutan. Supaya sering dikoordinasikkan dengan tim yang menangani restorasi gambut yaitu Dinas Kehutanan.
7.       BLHD Provinsi Jambi, Tahura merupakan kawasan konservasi, dengan konsep ini, secara legal apa diperbolehkan? Karena baru iniakan dilakukan di kawasan konservasi?Dengan konsep pembangunan kanal seperti ini? Kalau memang boleh bagaimana prosedurnya supaya kegiatan ini bisa dilaksanakan.
8.       Kementrian, ada kawasan swaka alam ada tahura, tahura berdasar blok, Restorasi boleh nggak di kawasan ini?
9.       MCA-Indonesia,Harus ada kepastian boleh tidaknya alat berat masuk? Dalam melaksanakan Kanal Bloking ini bagaimana dengan ijinnya? Apakah UKL UPL cukup atau harus studi AMDAL? Karena sebelum kegiatan fisik di lapangan semua persyaratan ini harus sudah terpenuhi.
10.   Kementrian LH, Intinya untuk kegiatan pembangunan kanal nanti pada prinsipnya sangat mendukung dalam pelestarian hutan lindung. Dalam hal ini harus mempunyai dukungan hukum yang syah/legal. Tentang Rencana kegiatan blok kanal ini Pembangunan kanal ini, setelah koordinasi dengan kementrian LH, Ada aturannya yaitu pasal Permen LH No. 5 Tahun 2012, tentang Rencana Kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL,  pasal 3bahwa Rencan kegiatan yang dilakukan dalam kawasan lindung tahura ataupun yang berbatasan langsung dengan kawaasan lindung wajib menggunakan dokumen AMDAL, tapi ada pengecualian di pasal berikutnya disebutkan bahwa Kewajiban memiliki  AMDAL, dikecualikan  kegiatan  Restorasi, Penambangan Minyak dan Gas Bumi, Penelitian Penambangan di bidang Ilmu Pengetahuan, nanti Ijinnya adalah “Pelestarian Kawasan Lindung” jadi kalau  kegiatan yang menunjang kawasan lindung tidak ada AMDAL tapi cukup menggunakan dokumen lingkungan yaitu UKL UPL. Sehubungan kegiatan di 2 kabupaten yaitu Tanjabtim dan Muaro Jambi maka yang berwenang memberikan ijin adalah UKL UPL tingkat provinsi. Teknis proses perijinan, tahapan sesuai PP No. 27 Tahun 2012 tentang Pembiayan dan  ijin lingkungan dan Permen LH No.8 Tahun 2013 tentang  serta ijin lngkungan. Dalam menyusun dokumen UKL UPL sebaikknya yang benar, orang yang berpengalan dengan mengacu pada  Permen LH 16 Tahun 2012 tenang pedoman penyusunan dokumen lingkungan.   
11.   Penutup dengan kesimpulan bahwa, ada beberapa peraturan yang harus kita lalui, saya mengucapkan terimakasih, ada lembaga Restorasi Gambut yang khusus menangani ini, kita akan berusaha semampu kami, membangun kebersamaan mematuhi semua peraturan sebelum kanal bloking dilakukan. Kanal bloking ini yang akan mendukung kegiatan lainnya, diharapkan mendapat dukungan dari nasional maupun pemerintah daerah, dari Universitas Jambi diminta penelitian jangka panjang untuk kepentingan penelitian. Terimakasih buat semuanya atas terselenggarakannya kegiatan ini.
 

Selasa, 07 Juni 2016

Tahapan Penetapan dan Penegasan Batas Desa Versi MCA-Indonesia (Dasar Permendagri No. 27 Tahun 2006)



VBS/RM Orientation
     Step 1 of Planning Stage
Determine of Subdistrict(s) and Village(s)  within the selected District.  MCA-Indonesia will collaborate with the District Bappeda to determine the geographic location and extend of the Subdistricts. The Consultant will conduct stakeholders engagement planning as the initial framework for participation, and in particular to determine if subdistricts include indigenous/customary (adat) territories where free, prior and informed consent will be required.
     Step 2 of Planning Stage
Legalization of VBS/RM Guidelines and establishment of Village Delineation and Demarcation Committee (TPPBD) of District Government and District Government (Bupati) stipulates use of GP PLUP VBS/RM Process and Guidelines.
     Step 1 of Preparation Stage
VBS/RM Orientation for Subdistrict Technical Team at subdistrict capital to explain VBS/RM (attendees: selected consultant, newly recruited Subdistrict Technical Team and facilitators).  The Consultant will work with MCA-Indonesia to organize and hold this meeting.

     Step 2 of Preparation Stage
Discussion and agreement on Work Plan and Communication Mechanism Plan at District level at Bupati Office to explain VBS/RM Process and Guidelines, responsibilities of each party and develop a VBS/RM Work Plan (attendees: Bupati officials, MCA-Indonesia, Bappeda, BPN, selected consultant and Camats of each subdistrict). MCA-Indonesia will work with the Bupati to organize and hold this meeting.
     Step 3 of Preparation Stage
Discussion and Agreement on Work Plan and Communication Mechanism at Subdistrict level at subdistrict capital to explain VBS/RM (attendees: Camat, selected consultant, Kepala Desa of each village within sub district).  The Consultant will work with the Camat to organize and hold this meeting.
     Step 4 of Preparation Stage
Formation of Village Participation Team (VPT) representing each village within the sub district. The Camat will work directly with the Kepala Desa and in collaboration with the Consultant to establish this team. MCA-Indonesia will oversee the process of establish of the VPT which will be established according to the guidelines described in page 131 to 133 and generally in accordance with the Green Prosperity Stakeholder Engagement Plan.
     Step 1 of Implementation and Reporting Stage
Collection and Compilation of Geospatial Information, i.e. Base Map in GIS format and prepare hard copy maps for use at various meetings, workshops and public expositions (see Guidelines for technical specifications). The consultant will also start collecting data and information on concession maps, permits and licensees related to natural resource management, land tenure, land use, the district spatial plan, and land dispute locations in the selected subdistrict.
     Step 2 of Implementation and Reporting Stage
VBS/RM Workshop to build capacity of VPT at Bupati Office (attendees: Bupati, Consultant and all Camats and VPTs within the sub district). The Consultant will work with the Bupati and the Camat to organize and hold this Workshop.
     Step 3 of Implementation and Reporting Stage
Establish of Disputes Resolution Mechanism. Present on the basic concept of village boundary dispute, potential disputes pertaining to village boundary, and dispute resolution mechanism. Build consensus on the forms and mechanism of village boundary dispute resolution.
     Step 4 of Implementation and Reporting Stage
Convene Village VBS/RM Technical Meeting(s) in each village using VBS/RM Base Map to initially ‘determine’ boundaries cartometrically and identify critical natural and cultural resources areas to be mapped.  It is expected that there will need to be a series of technical meetings depending on the complexity of the situation in the village.  The Consultant will work with the VPTs to organize and hold these meetings.
     Step 5 of Implementation and Reporting Stage
     Compilation/Collection of  Boundary and Natural / Cultural Resources Data in the field, through office research, interviews, and field visits, as needed, to refine and adjust boundaries and to map resource areas (field data will be captured on-site with GNSS receivers and other survey instruments including the use of unmanned aerial systems (UAS) to collect high-resolution geo-reference images and map areas of critical natural and cultural resources). The Consultant will be responsible for training the VPT to support the collection of the data; the role of the Facilitators and Technicians is critical in these steps to guide and assist the VPT.
     While acquisition of satellite imagery will be essential to carry-out the VBS/RM process, due to climatic conditions in many of the subdistricts, the use of traditional satellite imagery will not provide sufficient quality or spatial resolution to adequately capture high resolution imagery of critical natural and cultural resources areas within the villages. The Consultant will develop innovative procedures for using various unmanned aerial systems (UAS) platform (vertical take-off and landing – VTOL, fixed wing and limited take-off/landing) to test the feasibility of this technology in the participatory VBS/RM process to acquire high resolution (5-10cm) geo-referenced planimetric and oblique imagery and videos.  The intended use of the UAS is not to map the entire area of the subdistrict or the villages but rather specifically to provide accurate mapping of critical natural and cultural resource areas within the villages.
     Step 6 of Implementation and Reporting Stage
Classification and Resolution of Boundary Disputes (between villages) and Other Land-Based Disputes, it is expected various types of land-based disputes may be identified as part of the VBS/RM process, in particular during the field work step.  These disputes will be identified categorized and geographically located (geolocated) and a process for willingness-based mediation should be used to resolve disputes when and where possible. The role of the VPT is important in assisting the parties to the dispute to resolve the issue and, also, to provide community acknowledgment of the willingness of the parties and the legitimacy of the process. As participatory VBS/RM activities take place in the field, different types of disputes may arise, including boundary disputes, land use disputes, and land tenure disputes. It is important to first identify the potential causes of boundary disputes. For example, the disputes should be grouped into segments of those that are: (i) potentially non-problematic; (ii) problematic but easily resolved; or (iii) problematic and difficult to resolve.  The disputes can then be geographically localized (geo-located) within the subdistrict or villages and can inform the various workshops and technical meetings. The Consultant is responsible to develop and test an alternative dispute mediation mechanism to accompany the implementation of the participatory VBS/RM process. The mechanism developed needs to include the following requirements: (i) community-level; (ii) extrajudicial; (iii) voluntary; and (iv) produces written agreements. Rather than being imposed, it should be based on willingness to enter the process and willingness to accept the results. As far as possible, a customary settlement mechanism should be used to reach agreement, since such a mechanism can better ensure the continuity of the agreement.
     Step 7 of Implementation and Reporting Stage
Public Exposition and Finalization of Village Cartometric Maps, this exposition should include one public meeting and, at minimum 14 days of public review and comment. The Consultant will work in collaboration with the Kepala Desa to determine the appropriate location within the village for posting the results and for accommodating the villagers during their review of the results.
     Step 8 of Implementation and Reporting Stage
Workshop on Village Boundary Delineation and Planning for Village Boundary Demarcation with all VPTs to review results from each village and achieve consensus at the landscape level or identify areas to be confirmed in the field (attendees: Village Delineation and Demarcation Committee, Camats and VPTs).
     Step 9 of Implementation and Reporting Stage
Village Boundary Surveying and Demarcation. Finalize fieldwork to affirm boundaries and place markers at boundary limits (see Guidelines for technical specifications).  This work will be done with the support of the VPTs.
     Step 10 of Implementation and Reporting Stage
Prepare VBS/RM Activity Report in each village and for the sub district (including: description of process, village history, description of disputes encountered, list of villages delineated and area, geographic coordinates of boundary markers, maps, imagery, and GIS database etc. as defined in the GP PLUP VBS/RM Guidelines.
     Step 1 of Verification, Approval and Delivery Stage
Verification and Approval of VBS/RM Activity Report, in accordance with GP PLUP VBS/RM Guidelines.
     Step 2 of Verification, Approval and Delivery Stage
Step 1 of Verification, Approval and Delivery Stage Step 1 of Verification, Approval and Delivery Stage Step 1 of Verification, Approval and Delivery Stage .